Analisis SWOT dalam Penanganan Sampah oleh Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Surakarta
1.
Pendahuluan
Seperti halnya
dengan Negara Indonesia dan kota-kota di Indonesia lainnya, Kota Surakarta juga
melakukan pembangunan di berbagai bidang. Tetapi sepertinya pembangunan di Kota
Surakarta sekarang ini lebih condong ke pembangunan ekonomi dan fisik kota.
Pembangunan ekonomi terlihat dari munculnya pabrik-pabrik, sekolah, mall, rumah
sakit, apartemen dan saranasarana umum lainnya yang dapat meningkatkan
investasi dan pendapatan asli daerah. Sedangkan pembangunan fisik kota terlihat
dari renovasi Manahan, renovasi Taman Balekambang, taman di dekat terminal
tirtonadi, relokasi PKL di Banjarsari ke Pasar Notoharjo, perbaikan pasar legi,
pasar Nusukan, dan lain-lain.
Pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kota Surakarta mendorong penduduk yang
tinggal di desa atau daerah lain untuk pindah ke Kota Surakarta sehingga
mengakibatkan eningkatnya arus
urbanisasi. Pertambahan penduduk baik karena pertambahan alamiah atau karena
urbanisasi telah mengakibatkan semakin tingginya jumlah sampah yang dihasilkan
tiap hari. Sampah yang dihasilkan pada dasarnya merupakan sebuah konsekuensi
dari aktivitas manusia. Setiap aktivitas manusia pasti akan menghasilkan sampah
yang jumlahnya akan sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau
sesuatu yang kita gunakan sehari-hari.
2.
Permasalahan
TPA Putri Cempo
sebagai satu-satunya tempat pembuangan akhir sampah di Kota Surakarta
kondisinya sudah mulai overload. Seperti diungkapkan oleh Kepala Seksi
Kebersihan Lingkungan, Bapak Gatot Susanto bahwa kapasitas TPA sudah maksimal.
Sebenarnya TPA sudah tidak mampu menampung sampah. Pernyataan tersebut didukung
oleh Staf Seksi Pemusnahan Sampah TPA Putri Cempo, Bapak Susianto. Beliau
mengatakan bahwa TPA Putri Cempo pada awalnya diprediksi akan beroperasi selama
15 tahun. Namun sampai sekarang masih beroperasi dan lahan yang tersisa hanya
tinggal 1 hektar (majalah Visi, 2008 : 35). TPA Putri Cempo dibangun pada tahun
1986 dan mulai beroperasi pada tahun 1987. usia teknisnya 15 tahun. Berarti TPA
Putri Cempo seharusnya sudah tidak digunakan lagi mulai tahun 2002, tapi
kenyataannya sampai sekarang TPA Putri Cempo masih digunakan sebagai
satu-satunya TPA di Kota Surakarta.
Kondisi TPA
Putri Cempo yang bermasalah diperparah lagi dengan kondisi peralatan yang ada
di TPA Putri Cempo. Sebanyak tiga Bulldozer sudah tidak memadahi. Selain itu,
peralatan backhoe dan wheel loader sudah overhole (Joglosemar, 24 November
2008, hal. 4). Pada tahun 2007 dan 2008, Kota Surakarta gagal meraih Adipura
dan kegagalan itu dikabarkan karena masalah sampah. Pelaksana Tugas Asisten
Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil,
Kementrian Lingkungan Hidup, Tri Bangun L Soni mengatakan bahwa dari segi fisik
penampilan kota baik kebersihan kota, keindahan taman, jalan dan sebagainya
Surakarta meraih nilai tinggi tetapi giliran pengelolaan sampah nilai yang
diperoleh jauh dari kota-kota yang lain (http://promojateng-bikk.com). Apalagi
sekarang ini sektor pariwisata sedang gencar dikembangkan di Kota Surakarta
sehingga tentu menuntut adanya lingkungan yang bersih dan indah agar mampu
menarik wisatawan.
Pembangunan
TPA Putri Cempo pernah membuat prestasi membanggakan bagi Kota Surakarta yaitu
pada tahun 1986 sampai 1992 Surakarta berhasil meraih penghargaan Adipura dan
Adipura Kencana dari pemerintah pusat. Salah satu kunci sukses dalam meraih
penghargaan tersebut adalah model pengelolaan sampah yang digunakan yaitu
Sanitary Landfill. Namun sejak tahun 1993 karena keterbatasan biaya dan tenaga
Sanitary Landfill diganti Open Dumping. Pada awal penerapannya Open Dumping
menjadi solusi alternatif penanganan sampah di TPA Putri Cempo. Namun ketika
lahan di TPA Putri Cempo semakin terbatas, kelemahan dari Open Dumping mulai
terlihat. Sampah menjadi tidak tertata rapi dan mengundang banyak lalat.
3.
Kesimpulan
Dari tabel diatas, dapat diketahui
bahwa jumlah sampah di Kota Surakarta mengalami peningkatan yaitu pada tahun
2006 sebesar 277,80 ton per hari, kemudian meningkat menjadi 281,00 per hari
pada tahun 2007. Sedangkan jumlah sampah yang terangkut per hari justru
mengalami penurunan yang semula pada tahun 2006 sebesar 236,98 ton menurun menjadi
223,71 ton pada tahun 2007, sehingga sampah yang terkumpul di TPA pun mengalami
penurunan yaitu pada tahun 2006 sebesar 86.498,070 ton menjadi 81.654.278 ton
pada tahun 2007. Penurunan jumlah sampah yang terangkut per hari ini
kemungkinan dikarenakan kurangnya tenaga penanganan sampah maupun sarana
penanganan sampah sudah banyak yang rusak atau melebihi umur teknis pemakaian.
Dari berbagai gambaran diatas,
sepertinya penanganan sampah yang dilakukan oleh DKP Kota Surakarta masih belum
maksimal. Supaya penanganan sampah dapat maksimal maka dibutuhkan adanya
perencanaan strategis yang baik dan jelas. Berdasarkan hasil prasurvey yang
telah dilakukan peneliti tanggal 25 November 2008 melalui analisis dokumen,
ditemukan adanya kelemahan dalam perencanaan strategis di DKP Kota Surakarta.
Kelemahan perencanaan strategis tersebut terkait lingkungan internal dan
eksternal (Analisis SWOT) yang belum dianalisis secara mendalam.
Sumber referensi:
https://idtesis.com/analisis-swot-dalam-penanganan-sampah-oleh-dinas-kebersihan-dan-pertamanan-kota-surakarta/