Terdapat 2 jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan yang
tak tergantung (independent demand)
dan kebutuhan yang tergantung (dependent
demand). Kebutuhan disebut tidak tergantung bila kebutuhan untuk suatu item tidak adahubungannya dengan item yang lain. Kebutuhan tak tergantung
biasanya menunjukkan pola yang kontinu tetapi berfluktuasi karena pengaruh acak
dari pasar, seperti produk jadi dan suku cadang. Kebutuhan disebut tergantung
bila ada hubungan langsung antara suatu item
dengan item-item yang lain (parent item) pada level yang lebih
tinggi. Kebutuhan untuk item-item
yang bersifat dependent merupakan
hasil dari kebutuhan yang disebabkan oleh penggunaan item-item tersebut dalam memproduksi item yang lain. Perencanaan kebutuhan material digunakan untuk
kebutuhan yang tergantung (dependent
demand). Material requirements
planning adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan
terkomputerisasi yang dirancang untuk menerjemahkan jadwal induk produksi
menjadi kebutuhan bersih (net requirement)
untuk semua item (Nasution dan
Prasetyawan, 2008).
Perencanaan kebutuhan material
merupakan suatu konsep dalam manajemen produksi yang membahas cara yang tepat
dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi. Teknik material requirements planning dapat
digunakan untuk merencanakan bahan yang dibutuhkan dan diterima saat yang
tepat, dengan jumlah yang sesuai dan tanpa menimbulkan persediaan yang
berlebihan (Herjanto, 2008).
Tujuan Material Requirements Planning
Sistem material requirements planning dimaksudkan untuk mencapai beberapa
tujuan. Tujuan penggunaan material
requirements planning yang pertama adalah meminimalkan persediaan,
menentukan dengan tepat kebutuhan komponen yang diperlukan untuk memenuhi jadwal
induk produksi. Kedua menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen
diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi dan dengan metode ini
pengadaan atau pembelian atas komponen-komponen yang diperlukan untuk suatu
rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja, sehingga dapat
meminimalkan biaya persediaan. Ketiga mengurangi resiko karena keterlambatan
produksi atau pengiriman. Material
requirements planning mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang
diperlukan baik segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang
produksi maupun pengadaan komponen sehingga dapat memperkecil resiko tidak
tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya
rencana produksi (Herjanto, 2008).
Ciri-ciri Sistem Material
Requirements Planning
Terdapat empat kemampuan yang
menjadi ciri utama material requirements
planning. Pertama mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (atau material
harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah
direncanakan dalam jadwal induk produksi. Kedua pembentukan kebutuhan minimal
setiap item. Kebutuhan akan produk
akhir yang telah diketahui, membuat material
requirements planning dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan
(prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item. Ketiga menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. Memberikan
indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan
perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabrik sendiri. Keempat
menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah
direncanakan. Kapasitas yang ada jika tidak mampu memenuhi pesanan yang
dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka material requirements planning dapat memberikan indikasi untuk
melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas
pesanan yang realistis. Penjadwalan ulang ini jika masih tidak memungkinkan
untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan harus dilakukan
(Nasution dan Prasetyawan, 2008).
Input dan Output Sistem Material
Requirements Planning
Terdapat 3 input yang dibutuhkan oleh sistem material requirements planning. Pertama
adalah jadwal induk produksi, didasarkan pada peramalan atas independent demand dari setiap produk
akhir yang akan dibuat. Kedua adalah catatan keadaan persediaan, menggambarakan
status semua item yang ada dalam
persediaan. Ketiga adalah struktur produk, berisi informasi tentang hubungan
antara komponen-komponen dalam suatu perakitan. Terdapat 4 output yang dihasilkan oleh sistem material requirements planning. Pertama adalah memberikan catatan
tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan atau direncanakan baik dari
pabrik sendiri maupun dari suplier.
Kedua adalah memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang. Ketiga adalah
memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan. Keempat adalah memberikan
indikasi untuk keadaan persediaan (Nasution dan Prasetyawan, 2008).
Asumsi-asumsi Material Requirements
Planning
Sistem material requirements planning memiliki beberapa asumsi yang harus
dipenuhi sebelum digunakan. Asumsi yang pertama adalah adanya data file yang
terintegrasi. Kedua adalah waktu ancang untuk semua item diketahui. Ketiga adalah setiap item persediaan selalu ada dalam pengendalian. Keempat adalah semua
komponen untuk suatu perakitan dapat disediakan pada saat perakitan akan
dilakukan. Kelima adalah pengadaan dan pemakaian komponen bersifat diskrit.
Keenam adalah proses pembuatan suatu item
tidak bergantung terhadap proses pembuatan item
lainnya (Nasution dan Prasetyawan, 2008).
Langkah-langkah Dasar Pengolahan Material
Requirements Planning
Sistem material requirements planning dapat
berjalan dengan baik apabila seluruh syarat dan asumsi telah terpenuhi. Adapun
langkah-langkah mendasar pada proses pengolahan material requirements planning adalah sebagai berikut (Nasution dan
Prasetyawan, 2008):
1.
Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih)
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang
besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan (yang ada
dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses
perhitungan kebutuhan bersih ini adalah kebutuhan kotor untuk setiap periode, persediaan
yang dipunyai pada awal perencanaan dan rencana penerimaan untuk setiap periode
perencanaan.
2.
Lotting (Penentuan Ukuran Lot)
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya pesanan individu yang
optimal berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih. Terdapat banyak
alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk biaya set up dan biaya simpan, ada juga yang
bersifat sederhana dengan menggunakan jumlah pemesanan tetap atau dengan
periode pemesanan tetap yang biasa dikenal dengan sebutan teknik lot for lot.
3.
Offsetting (Penetapan Besarnya Lead Time)
Langkah ini
bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan
dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara
mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time.
4.
Explosion
Explosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor
untuk tingkat item atau komponen yang
lebih rendah didasarkan atas rencana pemesanan. Data mengenai dua struktur
produk dalam proses explosion ini
sangat memegang peranan karena atas dasar struktur produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat
menentukan ke arah komponen mana harus dilakukan explosion.
Mekanisme Dasar dari Proses Material
Requirements Planning
Istilah-istilah yang terdapat
dalam material requirements planning
diantaranya adalah gross requirements
(kebutuhan kotor) adalah keseluruhan jumlah item
atau komponen yang diperlukan pada suatu peroiode. Schedule receipts (SR) atau penerimaan yang dijadwalkan adalah
jumlah item yang akan diterima pada
suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat. On-hand inventory (OI) atau persediaan
di tangan merupakan proyeksi persediaan yaitu jumlah persediaan pada akhir
suatu periode dengan memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan
jumlah item yang akan diterima atau
dikurangi dengan jumlah item yang
dipakai atau dikeluarkan dari persediaan pada periode tersebut. Project Available merupakan kuantitas
yang diharapkan ada dalam persediaan pada akhir periode dan tersedia untuk
penggunaan dalam periode selanjutnya. Net
requirements (kebutuhan bersih) adalah jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode yang akan datang. Net requirements dan project available dihitung berdasarkan
formula berikut (Gaspersz, 1998).
Project On Hand = On hand periode awal + SR - GR
Project Available = On hand periode awal + SR + PORt - GR
NR = GR + Alokasi + Safety Stock
– SR – Project Avaible periode lalu
Planned order releases (PORel) atau pelepasan pemesanan yang direncanakan adalah jumlah item yang direncanakan untuk dipesan
untuk dapat memenuhi perencanaan pada masa yang akan datang. Current inventory adalah jumlah material
yang secara fisik tersedia dalam gudang pada awal periode. Allocated adalah jumlah persediaan yang telah direncanakan untuk
dialokasikan pada suatu penggunaan tertentu. Lead time adalah waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan atau
membuat suatu barang sejak saat pesanan atau pembuatan dilakukan sampai barang
itu diterima atau selesai dibuat. Lot
size merupakan kuantitas pesanan atau order
quantity dar item yang
memberitahukan material requirements
planning berapa banyak kuantitas yang harus dipesan. Safety stock merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana
material requirements untuk mengatasi
fluktuasi permintaan atau penawaran. Planning
horizon merupakan bayaknya waktu ke depan yang tercakup dalam perencanaan.
Metode lot untuk lot (lot for lot, LFL) atau dikenal juga
sebagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide menyediakan persediaan
atau memproduksi sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan
diusahakan seminimal mungkin. Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah pesanan sesuai
dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan lot untuk lot ini menghasilkan tidak
adanya persediaan yang disimpan, sehingga biaya yang timbul hanya berupa biaya
pemesanan saja. Metode lot for lot
mengandung resiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang,
jika persediaan bahan baku mengakibatkan terhentinya produksi, jika persediaan
berupa barang jadi menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan.
Perusahaan yang menjual barang yang tidak tahan lama (perishable products), metode ini merupakan pilihan yang terbaik
(Herjanto, 2008).
Metode penyeimbangan sebagian
periode (part period balancing, PPB)
merupakan salah satu pendekatan dalam menentukan ukuran lot untuk suatu
kebutuhan material yang tidak seragam, yang bertujuan memperkecil biaya total
persediaan. Metode ini seperti economic
order quantity, metode ini berusaha untuk membuat biaya penyimpanan sama
dengan biaya pemesanan. Berbeda dengan model economic order quantity, metode ini dapat menggunakan jumlah
pesanan yang berbeda untuk setiap pesanan, yang dikarenakan jumlah permintaan
setiap periode tidak sama. Ukuran lot dicari dengan menggunakan pendekatan
sebagaian periode ekonomis (economic part
period, EPP) yaitu dengan membagi biaya pemesanan (biaya set up untuk kasus produksi) dengan
biaya penyimpanan per unit periode (Herjanto, 2008).
Kebutuhan diakumulasikan
periode demi periode sampai mendekati nilai EPP. Akumulasi persediaan yang
mendekati nilai EPP merupakan ukuran lot yang dapat memperkecil biaya persediaan
(Herjanto, 2008).
Eqonomic
order quantity (EOQ) adalah teknik pemesanan dalam manajemen pengadaan
yaitu cara perhitungan pemesanan bahan baku sekali pesan atau berangsur dengan
biaya paling minimum. Variabel-variabel berikut ini akan digunakan untuk
menentukan biaya pesan, biaya simpan dan menghitung kuantitas pemesanan optimal
(Saleh, 2012).
OI = (Current Inventory + SR) – NR
Keterangan:
OI = onhand
inventory merupakan proyeksi persediaan yaitu jumlah persediaan pada akhir
suatu periode dengan memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan
jumlah item yang akan diterima atau
dikurangi dengan jumlah item yang
dipakai atau dikeluarkan dari persediaan pada periode itu.
SR = schedule
receipt merupakan jumlah item
yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang telah
dibuat.
Current inventory = jumlah material yang secara fisik tersedia
dalam gudang pada awal periode.
NR = net
requirement atau jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada
suatu periode.
Faktor-faktor Tingkat Kesulitan Material
Requirements Planning
Terdapat 5 faktor
utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam sistem material requirements planning. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kesulitan dalam sistem material
requirements planning yang pertama adalah struktur produk. Struktur produk
yang kompleks pada dasarnya dapat menyebabkan terjadinya proses material requirements planning seperti net, lot,
offset, dan explode yang berulang-ulang, yang dilakukukan satu persatu dari
atas sampai kebawah berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur produk
tersebut. Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan
dalam proses lot sizing, dimana
penentuan lot size pada tingkat yang
lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multilevel lot sizing tecnique). Kedua adalah ukuran lot, dimana
dalam suatu proses material requirements
planning, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu fundamen yang penting dalam suatu
sistem rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan
situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi keefektifan dari
rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih memuaskan.
Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai teknik-teknik
penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi menjadi 4
bagian besar, yaitu teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak
terbatas, teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas, teknik
ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas dan teknik ukuran lot
banyak tingkat dengan kapasitas terbatas. Dilihat dari cara pendekatan
pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran, yaitu pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam hal ini bahwa teknik lot sizing masih dalam tehap
perkembangan, khususnya untuk kasus multilevel.
Ketiga adalah lead time, yaitu suatu
proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak
tersedia dilokasi perakitan pada saat diperlukan. Proses tersebut perlu
diperhitungkan masalah jaringannya yang dilakukan berdasarkan lintasan kritis,
saat paling awal, atau saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang penting dari masalah ini bukan
hanya penentuan ukuran lot size pada
setiap level akan tetapi perlu mempertimbangkan masalah lead time serta jaringannya yang ada. Keempat adalah kebutuhan yang
berubah. Salah satu keunggulan material
requirements planning dibanding dengan teknik lainnya adalah mampu
merancang suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubahan, baik yang
datangnya dari luar maupun dari dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini
bukan tidak akan menimbulkan masalah. Adanya perubahaan kebutuhan akan produk
akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan jumlah penentuan jumlah kebutuhan
yang diinginkan, akan tetapi juga tempo pemesanan yang ada. Kelima adalah
komponen umum. Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah komponen
yang dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya. Komponen umum tersebut dapat
menimbulkan suatu kesulitan dalam proses perencanaan kebutuhan bahan khususnya
dalam proses netting dan lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut
akan semakin terasa apabila komponen umum tersebut ada pada level yang berbeda
(Nasution dan Prasetyawan, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz,
Vincent. 1998. Production Planning and
Inventory Control Berdasarkan
Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II and JIT Menuju Manufakturing 21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi, Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nasution, A.H dan Yudha Prasetyawan.
2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Saleh, Firmansyah. 2012. Jurnal: Penerapan Material Requirement Planning (MRP) Pada Sistem Informasi
Pesanan dan Inventory Control. Bandung: Universitas Komputer Indonesia