https://twitter.com/rhezafido8. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Me

Me

Material Requirements Planning

Terdapat 2 jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan yang tak tergantung (independent demand) dan kebutuhan yang tergantung (dependent demand). Kebutuhan disebut tidak tergantung bila kebutuhan untuk suatu item tidak adahubungannya dengan item yang lain. Kebutuhan tak tergantung biasanya menunjukkan pola yang kontinu tetapi berfluktuasi karena pengaruh acak dari pasar, seperti produk jadi dan suku cadang. Kebutuhan disebut tergantung bila ada hubungan langsung antara suatu item dengan item-item yang lain (parent item) pada level yang lebih tinggi. Kebutuhan untuk item-item yang bersifat dependent merupakan hasil dari kebutuhan yang disebabkan oleh penggunaan item-item tersebut dalam memproduksi item yang lain. Perencanaan kebutuhan material digunakan untuk kebutuhan yang tergantung (dependent demand). Material requirements planning adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menerjemahkan jadwal induk produksi menjadi kebutuhan bersih (net requirement) untuk semua item (Nasution dan Prasetyawan, 2008).
Perencanaan kebutuhan material merupakan suatu konsep dalam manajemen produksi yang membahas cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi. Teknik material requirements planning dapat digunakan untuk merencanakan bahan yang dibutuhkan dan diterima saat yang tepat, dengan jumlah yang sesuai dan tanpa menimbulkan persediaan yang berlebihan (Herjanto, 2008).

Tujuan Material Requirements Planning
Sistem material requirements planning dimaksudkan untuk mencapai beberapa tujuan. Tujuan penggunaan material requirements planning yang pertama adalah meminimalkan persediaan, menentukan dengan tepat kebutuhan komponen yang diperlukan untuk memenuhi jadwal induk produksi. Kedua menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi dan dengan metode ini pengadaan atau pembelian atas komponen-komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja, sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. Ketiga mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. Material requirements planning mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan komponen sehingga dapat memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya rencana produksi (Herjanto, 2008).

Ciri-ciri Sistem Material Requirements Planning
Terdapat empat kemampuan yang menjadi ciri utama material requirements planning. Pertama mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (atau material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi. Kedua pembentukan kebutuhan minimal setiap item. Kebutuhan akan produk akhir yang telah diketahui, membuat material requirements planning dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item. Ketiga menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabrik sendiri. Keempat menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan. Kapasitas yang ada jika tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka material requirements planning dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis. Penjadwalan ulang ini jika masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan harus dilakukan (Nasution dan Prasetyawan, 2008).

Input dan Output Sistem Material Requirements Planning
Terdapat 3 input yang dibutuhkan oleh sistem material requirements planning. Pertama adalah jadwal induk produksi, didasarkan pada peramalan atas independent demand dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Kedua adalah catatan keadaan persediaan, menggambarakan status semua item yang ada dalam persediaan. Ketiga adalah struktur produk, berisi informasi tentang hubungan antara komponen-komponen dalam suatu perakitan. Terdapat 4 output yang dihasilkan oleh sistem material requirements planning. Pertama adalah memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan atau direncanakan baik dari pabrik sendiri maupun dari suplier. Kedua adalah memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang. Ketiga adalah memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan. Keempat adalah memberikan indikasi untuk keadaan persediaan (Nasution dan Prasetyawan, 2008).

Asumsi-asumsi Material Requirements Planning
Sistem material requirements planning memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum digunakan. Asumsi yang pertama adalah adanya data file yang terintegrasi. Kedua adalah waktu ancang untuk semua item diketahui. Ketiga adalah setiap item persediaan selalu ada dalam pengendalian. Keempat adalah semua komponen untuk suatu perakitan dapat disediakan pada saat perakitan akan dilakukan. Kelima adalah pengadaan dan pemakaian komponen bersifat diskrit. Keenam adalah proses pembuatan suatu item tidak bergantung terhadap proses pembuatan item lainnya (Nasution dan Prasetyawan, 2008).

Langkah-langkah Dasar Pengolahan Material Requirements Planning
Sistem material requirements planning dapat berjalan dengan baik apabila seluruh syarat dan asumsi telah terpenuhi. Adapun langkah-langkah mendasar pada proses pengolahan material requirements planning adalah sebagai berikut (Nasution dan Prasetyawan, 2008):
1.        Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih)
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah kebutuhan kotor untuk setiap periode, persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan dan rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.
2.        Lotting (Penentuan Ukuran Lot)
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih. Terdapat banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk biaya set up dan biaya simpan, ada juga yang bersifat sederhana dengan menggunakan jumlah pemesanan tetap atau dengan periode pemesanan tetap yang biasa dikenal dengan sebutan teknik lot for lot.
3.        Offsetting (Penetapan Besarnya Lead Time)
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time.
4.        Explosion
Explosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item atau komponen yang lebih rendah didasarkan atas rencana pemesanan. Data mengenai dua struktur produk dalam proses explosion ini sangat memegang peranan karena atas dasar struktur produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat menentukan ke arah komponen mana harus dilakukan explosion.

Mekanisme Dasar dari Proses Material Requirements Planning
Istilah-istilah yang terdapat dalam material requirements planning diantaranya adalah gross requirements (kebutuhan kotor) adalah keseluruhan jumlah item atau komponen yang diperlukan pada suatu peroiode. Schedule receipts (SR) atau penerimaan yang dijadwalkan adalah jumlah item yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat. On-hand inventory (OI) atau persediaan di tangan merupakan proyeksi persediaan yaitu jumlah persediaan pada akhir suatu periode dengan memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan jumlah item yang akan diterima atau dikurangi dengan jumlah item yang dipakai atau dikeluarkan dari persediaan pada periode tersebut. Project Available merupakan kuantitas yang diharapkan ada dalam persediaan pada akhir periode dan tersedia untuk penggunaan dalam periode selanjutnya. Net requirements (kebutuhan bersih) adalah jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode yang akan datang. Net requirements dan project available dihitung berdasarkan formula berikut (Gaspersz, 1998).
Project On Hand = On hand periode awal + SR - GR
Project Available = On hand periode awal + SR + PORt - GR
NR = GR + Alokasi + Safety Stock – SR – Project Avaible periode lalu
Planned order releases (PORel) atau pelepasan pemesanan yang direncanakan adalah jumlah item yang direncanakan untuk dipesan untuk dapat memenuhi perencanaan pada masa yang akan datang. Current inventory adalah jumlah material yang secara fisik tersedia dalam gudang pada awal periode. Allocated adalah jumlah persediaan yang telah direncanakan untuk dialokasikan pada suatu penggunaan tertentu. Lead time adalah waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan atau membuat suatu barang sejak saat pesanan atau pembuatan dilakukan sampai barang itu diterima atau selesai dibuat. Lot size merupakan kuantitas pesanan atau order quantity dar item yang memberitahukan material requirements planning berapa banyak kuantitas yang harus dipesan. Safety stock merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana material requirements untuk mengatasi fluktuasi permintaan atau penawaran. Planning horizon merupakan bayaknya waktu ke depan yang tercakup dalam perencanaan.
Metode lot untuk lot (lot for lot, LFL) atau dikenal juga sebagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide menyediakan persediaan atau memproduksi sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah pesanan sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan lot untuk lot ini menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan, sehingga biaya yang timbul hanya berupa biaya pemesanan saja. Metode lot for lot mengandung resiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang, jika persediaan bahan baku mengakibatkan terhentinya produksi, jika persediaan berupa barang jadi menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Perusahaan yang menjual barang yang tidak tahan lama (perishable products), metode ini merupakan pilihan yang terbaik (Herjanto, 2008).
Metode penyeimbangan sebagian periode (part period balancing, PPB) merupakan salah satu pendekatan dalam menentukan ukuran lot untuk suatu kebutuhan material yang tidak seragam, yang bertujuan memperkecil biaya total persediaan. Metode ini seperti economic order quantity, metode ini berusaha untuk membuat biaya penyimpanan sama dengan biaya pemesanan. Berbeda dengan model economic order quantity, metode ini dapat menggunakan jumlah pesanan yang berbeda untuk setiap pesanan, yang dikarenakan jumlah permintaan setiap periode tidak sama. Ukuran lot dicari dengan menggunakan pendekatan sebagaian periode ekonomis (economic part period, EPP) yaitu dengan membagi biaya pemesanan (biaya set up untuk kasus produksi) dengan biaya penyimpanan per unit periode (Herjanto, 2008).
Kebutuhan diakumulasikan periode demi periode sampai mendekati nilai EPP. Akumulasi persediaan yang mendekati nilai EPP merupakan ukuran lot yang dapat memperkecil biaya persediaan (Herjanto, 2008).
Eqonomic order quantity (EOQ) adalah teknik pemesanan dalam manajemen pengadaan yaitu cara perhitungan pemesanan bahan baku sekali pesan atau berangsur dengan biaya paling minimum. Variabel-variabel berikut ini akan digunakan untuk menentukan biaya pesan, biaya simpan dan menghitung kuantitas pemesanan optimal (Saleh, 2012).
OI       = (Current Inventory + SR) – NR
Keterangan:
OI                          =   onhand inventory merupakan proyeksi persediaan yaitu jumlah persediaan pada akhir suatu periode dengan memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan jumlah item yang akan diterima atau dikurangi dengan jumlah item yang dipakai atau dikeluarkan dari persediaan pada periode itu.
SR                          =   schedule receipt merupakan jumlah item yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat.
Current inventory   =   jumlah material yang secara fisik tersedia dalam gudang pada awal periode.
NR                         =   net requirement atau jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode.


Faktor-faktor Tingkat Kesulitan Material Requirements Planning
Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam sistem material requirements planning. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam sistem material requirements planning yang pertama adalah struktur produk. Struktur produk yang kompleks pada dasarnya dapat menyebabkan terjadinya proses material requirements planning seperti net, lot, offset, dan explode yang berulang-ulang, yang dilakukukan satu persatu dari atas sampai kebawah berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur produk tersebut. Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan dalam proses lot sizing, dimana penentuan lot size pada tingkat yang lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multilevel lot sizing tecnique). Kedua adalah ukuran lot, dimana dalam suatu proses material requirements planning, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu fundamen yang penting dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi keefektifan dari rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai teknik-teknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas, teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas, teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas dan teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas. Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran, yaitu pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam hal ini bahwa teknik lot sizing masih dalam tehap perkembangan, khususnya untuk kasus multilevel. Ketiga adalah lead time, yaitu suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi perakitan pada saat diperlukan. Proses tersebut perlu diperhitungkan masalah jaringannya yang dilakukan berdasarkan lintasan kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang penting dari masalah ini bukan hanya penentuan ukuran lot size pada setiap level akan tetapi perlu mempertimbangkan masalah lead time serta jaringannya yang ada. Keempat adalah kebutuhan yang berubah. Salah satu keunggulan material requirements planning dibanding dengan teknik lainnya adalah mampu merancang suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubahan, baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini bukan tidak akan menimbulkan masalah. Adanya perubahaan kebutuhan akan produk akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan jumlah penentuan jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo pemesanan yang ada. Kelima adalah komponen umum. Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah komponen yang dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya. Komponen umum tersebut dapat menimbulkan suatu kesulitan dalam proses perencanaan kebutuhan bahan khususnya dalam proses netting dan lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut akan semakin terasa apabila komponen umum tersebut ada pada level yang berbeda (Nasution dan Prasetyawan, 2008).



DAFTAR PUSTAKA
  
Gaspersz, Vincent. 1998. Production Planning and Inventory Control Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II and JIT Menuju Manufakturing 21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi, Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nasution, A.H dan Yudha Prasetyawan. 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Saleh, Firmansyah. 2012. Jurnal: Penerapan Material Requirement Planning (MRP) Pada Sistem Informasi Pesanan dan Inventory Control. Bandung: Universitas Komputer Indonesia


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar